Skip to main content Skip to main navigation menu Skip to site footer
Articles
VIEWS: 1653

KEBERADAAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI INDONESIA

pemberdayaan masyarakat tuberkulosis

Abstract

Abstrak

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang menyebabkan kematian, dan merupakan penyebab kematian ketiga di Indonesia. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, TBC merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, bahkan peringkat pertama penyebab kematian penyakit menular. Jumlah pasiennya sekitar 500.000 orang/tahun dengan kematian sekitar 175.000/tahun, khususnya di daerah pedesaan miskin dan daerah kumuh perkotaan yang rawan kuman (Depkes RI, 2005). Sampai saat ini di seluruh Indonesia program penanggulangan penyakit TBC masih jauh dari yang diharapkan. Salah satu penyebab utama adalah ketidakpatuhan berobat pasien masih tinggi. Oleh karena itu, masalah kepatuhan pasien dalam menyelesaikan program pengobatan merupakan prioritas paling penting. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengetahuan pasien TBC tentang peran dan tugas PMO. Desain penelitian adalah penelitian analitik dengan teknik potong lintang. Pada desain penelitian ini informasi mengenai perilaku kepatuhan pasien tuberkulosis paru diperoleh secara bersamaan dengan data perilaku yang lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan PMO terhadap kepatuhan berobat pasien TBC paru tidak efektif, hal ini ditunjukkan oleh data 66,6% pasien tidak pernah diingatkan minum obat, 98,5% pasien tidak diawasi saat menelan obat. Pasien berpendapat tidak perlu ada PMO. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pasien memiliki potensi untuk diberdayakan oleh karena itu, temuan ini membuktikan pentingnya pemberdayaan masyarakat yang dapat diawali dengan memfasilitasi terbentuknya kelompok pasien TBC atau self-help group.

 

Abstract

Tuberculosis (TBC) as a contagious disease that can lead to death is the third cause of death in Indonesia. The Home Health Survey ( Survei Kesehatan Rumah Tangga-SKRT) in 2001 stated that TBC is the third cause of death after the cardiovascular and respiratory disease in all of age groups and that TBC is the first cause of death in the infectious diseases. The number of the patients is approximately 500.000 people/year with the death incident of 175.000 people/year, especially in poor village area and dense city area (DepKes RI, 2005). Until recently, the TBC eradication programme in Indonesia is still far away from expected outcomes. One of the main cause is the high rate of incompliance to treatment. Therefore, the compliance to treatment still becomes the most important priority. This reseach aims to identify clients’ knowledge about roles of the health care provider. This reseach uses cross sectional design. In this design, the information about the TBC clients’ compliance is included in the other data on attitudes. The study shows that the role of supervisor for administering medication to Lung TBC clients’ compliances is ineffective. This result is enhanced by the data that 66.6% clients are never reminded to take the medication. Clients stated that they do not need supervisor for administering medication. These findings showed that clients have the potency for empowerment, therefore, these results revealed that it is important to start empowering the community which can be started by facilitating the self help group of TBC client.

References

  1. Dep.Kes R.I. (2002). ARRIME Pedoman Manajemen Puskesmas. Upaya Kesehatan Keluarga Mandiri. Proyek Kesehatan dan Gizi. Jakarta.
  2. Dep.Kes RI. (2005). Pedoman penanggulangan tuberkulosis. cetakan ke 9, Jakarta: Dep.KesRI.
  3. Dep.Kes RI. (2005a). Survei Prevalensi Tuberkulosis Indonesia Tahun 2004. Jakarta: Ditjen. PPM-PL & Project DOTS Expansion GF ATM-WHO. The Global Funds. tidak dipublikasikan.
  4. McMurray, A. (2003). Community Health and Wellness: Socioecological Approach. Sydney, Harcourt Mosby.
  5. Nies, M.A., & McEwen, M. (2001). Community Health Nursing: Promoting the Health of Population. (3 rd ed.). Philadelphia: W.B. Saunders Company.
  6. Vijay, S., Balasangameswara, V.H., Jagannatha, P.S., Saroja, V.N., & Kumar, P. (2003). Defaults among tuberculosis patients treated under dots in Bangalore city: a search for solution. Indian Journal Tuberculosis, 50, 185-196
  7. Wandwalo,E.R., & Morkve, O. (2000). Delay in tuberculosis case-finding and treatment in Mwanza, Tanzania. International Journal Tuberculosis Lung Disease, 4 (2), 133-138.
  8. Washington,G.M. (2000). Effects group therapy on chemically dependent women’s self-efficacy. Journal of Nursing Scholarship, 32, (4), 347-352
  9. WHO. (1999). Combating Tuberculosis, Principle for Accelerating DOTS Coverage. New Delhi, WHO.

How to Cite

Murtiwi, M. (2006). KEBERADAAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI INDONESIA. Jurnal Keperawatan Indonesia, 10(1), 11–15. https://doi.org/10.7454/jki.v10i1.167